Terlepas dari film, saya juga terobsesi mengunjungi sebuah tempat jika membaca sebuah Novel. Perjalanan saya selama ke Inggris lalu ditemani oleh sebuah novel yang sudah saya baca berulang-ulang karya dari tertralogi nya yang ketiga Andrea Hirata berjudul Edensor, dengan gambaran desa Inggris yang cantik selagi berkunjung ke area Newark tempat kenalan saya dan T.K maka dengan ajakan kepenasaran saya, kami berdua alhasil bertekad mengunjungi desa tersebut yang hanya memakan waktu kurang dari 2 jam. Perhitungannya selain T.K sendiri belum pernah mengunjungi desa tersebut, ia menyebutkan bahwa kawasan itu memang terkenal indah. Sebagai pengagum berat English villages dan English country side saya makin semangat pergi kesana.
Edensor terletak di area Derbyshire, dan untuk sampai kesana kita melewati Peak district nya Inggris di bagian selatan, sangat asri, tak hanya hamparan rerumputan hijaunya yang dipenuhi domba-domba ternak saja, namun juga dihiasi bukit-bukit yang menggunung dan tebing-tebing yang terlihat cadas menjulang
T.K bilang semakin kita menuju utara maka saya akan melihat sisi dari Inggris yang liar dan sarat dengan pegunungan maka dari itu saat tahun 2011 saat kita kembali ke Inggris saya semakin bersemangat karena rencana yang ditunggu-tunggu semakin dekat, saya semakin excited saja, Perjalanan menuju area ini sangatlah menyenangkan karena disuguhkan pemandangan yang indah.
Awalnya mobil yang kita pakai melaju diantara kelokan-kelokan bukit nan hijau, sungguh asri, menyejukan mata sekaligus menyegarkan, saya pun membuka seluruh kaca jendela untuk menghirup dalam-dalam udaranya, beberapa kelolakan dari sana saya melihat ujung menara gereja yang menjulang dari kejauhan, saya langsung mengenali nya dari gambar yang sempat saya lihat di Google bahwa itu adalah tempat yang digambarkan sang novelis dari Belitong ini.
Perlahan semakin dekat, akhirnya saya menemukan desa nan kecil ini. Begitu sampai disana kita memarkirkan mobil depan gereja nan tua dan sempat menengok-negok bagian dalamnya, yang rupanya terdapat sejarah, dan foto-foto tempat ini zaman dulunya. Lalu kita sempat jalan-jalan mengitari tempat yang rumahnya masih bisa dihitung dengan jari tersebut. Sebenarnya yang hebat dari desa nan kecil ini adalah lingkungan yang melingkarinya. Edensor ini berada di antara gundukan bukit-bukit kecil nan mempesona dan cantik, bahkan tidak disangka bahwa beberapa ratus meter dari situ adalah rumah bagi wisatawan, karena terdapat Chatworth house.
kawasan Chatsworthnya sendiri sarat dipenuhi pengunjung, rumah megah yang menyimpan karya seni dan sejarah ini pula yang menjadi setting filmnya Pride and prejudice lalu The Duchess nya - keira knightley, selain itu ada Maze yang bisa dipakai bermain anak-anak, taman yang super luas, air mancur yang indah dan juga tak jarang dipakai lokasi pemotretan wedding. Seperti tempat turis lainnya tempat ini mempunyai cafe barang-barang pertanian dan berkebun yang dijual di souvenirs shop.
Saya dan T.K hanya berjalan-jalan di area luar dan melihat pasar di area stable di salah satu bagian dari rumah nan megah ini. Kita hanya puas berjalan-jalan di sekitar sungai yang airnya jernih sambil mengamati bebek-bebek yang sama sekali tidak takut mendekati kita, sekali-kali sambil merebahkan diri diatas rumput, dari jauh saya melihat pasangan suami istri dengan anak perempuannya bermain melempar bola bersama anjing mereka yang lucu, sungguh menyenangkan, berlari-lari bebas sambil tertawa-tawa senang.
‘Apakah menurutmu tempat ini romantis’
‘yup, tempat seperti ini lebih romantis dari Paris masa kini’
‘kenapa ya Paris menjadi Icon kota paling romantis?’
‘Meskipun banyak orang bilang , sayangnya tidak begitu menurutku’
‘Aku juga setuju dengan itu, menurutku kota romantis itu Buenos Aires dimana kamu bisa melihat suasana atmosfer kota nya yang masih juga sampai saat ini membuatmu merinding, lalu tarian Tango nya, menurutku tarian itu berkarakter kuat, sangat berenergi dan sangat sexy, lalu nilai tambah nya dari kota ini adalah dimana-mana kamu bisa melihat wajah-wajah campuran mereka yang terlihat exotis, cantik-cantik dan ganteng-ganteng’
‘Mungkin Paris terlihat romantis berpuluh-puluh tahun yang lalu, bahkan kemungkinan tahun 20 an ketika semua film tentang Paris masih bernuansa hitam putih, jalan-jalannya masih sepi melompong, orang-orang memakai kereta kuda, wanita-wanita nya terlihat sangat klasik dengan baju-baju vintage mereka dengan sarung tangan dan topi yang sangat besar, sementara para laki-laki nya memakai sepatu mengkilat, topi, dan jas-jas ber warna muram’
‘Biasanya imajinasiku tentng Paris adalah dua orang pasangan bergandengan tangan dibawah menara Eiffel saat gerimis, atau bahkan berangkulan pada musim panas di taman Jardin de Luxembourg sambil menyantap ice cream, ya... pada masa itu meskipun aku belum lahir tapi begitulah menurut kebanyakan orang bilang tentang romantisnya Paris di masa lalu’
‘aku datang ke Paris saat kota ini sudah berubah terlalu banyak, dimana kota cantik ini sudah terlalu banyak dipenuhi turis dan imigran, contoh nyata nya saat mengunjungi La louvre, bukannya bisa menghargai lukisan berlama-lama tapi saya dihalangi oleh sekumpulan orang yang ingin mengabadikan potret kecil Monalisa lewat jepretan lensa nya masing-masing, hampir dimana-mana semua serba sesak, setiap meter saya mengagumi Eiffel tower saya harus terganggu dengan orang-orang Albania yang menawarkan souvenirs Eiffel di telinga saya, bahkan untuk menikmati Paris dari atas Eiffel saya harus mengantri berlama-lama dengan kesal yang melanda sama juga hal nya ketika ingin mengintip isi Nortre dam jadi tidak berselera duluan melihat antrian sepanjang ratusan meter ’
‘memang, so... kota mana yang menurutmu romantis?’
‘entahlah pengalamanku tidak sebanyak kamu yang sudah melihat banyak kota di dunia ini, mungkin juga romantis itu relatif, tergantung juga siapa yang saat bersama kita saat itu, tidak perduli dimana yang penting perasaan kita bahagia saat itu, kita bisa terhibur dan senang dengan suasana nya saat itu’
‘Jadi menurutmu makan malam di sebuah Warteg pun bisa romantis, jika kita berdua menyalakan lilin dan misallkan aku membawa sebotol champagne kesana?’
‘Hahaha... ya kurang lebih seperti itulah, romantis juga buat aku kembali ke masalah kenangan akan hangatnya perasaan kita pada tempat itu, menurutku Bandung tempo dulu bisa dibilang romantis, udaranya dingin, kota nya cantik dan perilaku orang nya ramah-ramah’
‘lalu bagaimana dengan beberapa area Inggris yang sudah kau lihat ini termasuk area Edensor ini?’
‘Kalo itu jangan ditanya, ketika melihat country side dan pedesaan seperti misalnya di Costwold, saya langsung jatuh cinta, semuanya terlihat sesuai expektasi ku, pohon-pohon yang berwarna keemasaan berdiri dengan manja di atas rumput yang menghijau saat saat musim gugur tiba, angin yang berhembus sepoi-sepoi menggoyang-goyangkan rantingnya mengucapkan selamat jalan pada daun-daun yang berguguran diatas sungai yang mengalir dengan jernih, nyanyian burung-burung mengalun merdu, angsa-angsa mengkibas-kibaskan ekornya dengan anggun dan bahkan bebek-bebek bermain gembira..lalu kamu.... yang memetik sekuntum Buttercup (bunga kecil berwarna kuning) dan menempelkannya di leher ku dan meneropong dengan serius lewat bayangan kekuningan dari putik bunga, dan mengatakan bahwa aku suka sangat suka dengan mentega, gurauan kecil seperti itu tentu saja membuat kita berdua tertawa-tawa dibawah langit biru yang menaungi kita, apa lagi yang menurutmu kurang romantis?
‘sangat romantis.... Tahukah kamu saat pertama kali aku ke Bandung tinggal di rumah yang di depannya terdapat sungai dan sawah, benar-benar membuatku tersihir, aku sangat betah tinggal disana seorang diri, ditemani jangkrik dan laba-laba besar yang sesekali menampakan dirinya, bahkan aku begitu antusias melihat becak, dalam diriku aku selalu bilang bahwa aku ingin menghabiskan masa tua ku di tempat asri yang dekat dengan alam, namun nampaknya Bandung semakin berubah setiap harinya, sayang sekali’
‘Hmm... mudah-mudahan kita masih bisa traveling ke depannya, sampai kita berdua menemukan kota lain yang romantis’
‘i hope so....’
Diatas rumput saya melihat angkasa nan biru dengan awan yang menggumpal-gumpal, tak jauh dari sana dibalik jembatan saya bisa melihat Edensor yang teramat kecil, hari yang indah, hari yang damai, dengan tas piknik yang kita bawa T.K membaca sebuah buku sambil menikmati alam nan cantik meski terkadang udara yang menusuk masih terasa dingin, sementara saya memilih berdiam kemudian melamun berlama-lama sambil sesekali menikmati sekitar, akhirnya tangan saya menari-nari di atas kertas putih menorehkan sebuah puisi
musim semi adalah atap yang menaungi rumah kita...
dimana hijau rumput yang tinggi dengan ilalang liar adalah tanah kita disetiap jengkal sampai kita bertambah jauh melihat dunia...
bunga warna-warni dengan harum yang semerbak adalah parfum kita disaat mengarungi kehidupan yang menguras keringat dengan peluh yang deras...
bambu dan daun-daun kelapa kering adalah tempat berteduh kita dikala hujan, badai dan petir...
kepiting laut dan ikan-ikan yang menari dan melompat adalah menu makanan kita setiap harinya dalam menempuh perjuangan yang masih panjang...
pantai adalah serambi kita.. tempat dimana kita bisa melamun dan mengagumi indahnya ombak dan bercerita tentang kerasnya gelombang kehidupan...
hutan tropis adalah halaman kita dimana di dalamnya kita bisa bersenda gurau dan melihat alam yang begitu asri, hidup dan menyejukan...
Pinguin adalah sahabat kita dimana setiap harinya kita tertawa mesra dan memeluk erat mereka agar mereka tak mau pergi...
Burung-burung Elang adalah layang-layang kita di udara dimana kita bebas menerbangkan mereka sambil meliuk meliukan dan mendengar ckamu tawa mereka...
pelangi adalah doa dan jembatan mimpi-mimpi kita dimana kita selalu berusaha berlari untuk mengejar ujungnya yang semu....
jiwa kita bebas tak terbelenggu...
langkah kita panjang sejauh putaran bumi...
teriakan kita melengking bagai bunyi ultrasonik....
mata kita bulat menerawang sampai ujung batas horizon...
tekad kita kuat bagai baja,....
keinginan kita serakah akan terbang mengarungi cakrawala...
kita adalah bagian dari alam raya....
alam raya milik kita....
selamanya..
No comments:
Post a Comment