• MATA FATIMAH

    Siang menjelang sore itu saya tiba di Santorini . Airport yang kecil di pulau kecil ini hiruk pikuk dengan turis yang datang ke tempat tersebut, dengan referensi teman mobil sewaan mobil kecil yang harganya kurang dari 50 euro perhari itu sudah terpakir manis di luar. Seorang pria meminta saya untuk mengisi formulir dan menandatangani beberapa berkas, dan menunjukan beberapa detail kecil, lalu setelah mengetes keliling bandara beberapa putaran untuk membiasakan setir kiri, maka.......

  • TULUM

    Mendengar Mexico sendiri mind set saya langsung teringat film telenovela, dan karena pemain film nya cakep-cakep dan ganteng-ganteng saya makin ngebet ingin mengunjungi tempat ini. Namun tentu saja Mexico bukan tentang pria bertopi sombrero dan makanan nya yang terkenal di mancanegra, namun juga kaya akan reruntuhan bangsa Maya, yang untuk saya adalah Jackpot, bagaimana tidak pergi ke salah satu pantai yang dekat terindah di laut Karibia dengan reruntuhan bangsa Maya, asik nya! Nah Jika kamu berkunjung ke Mexico dan kebetulan menyukai wisata alam seperti pantai dan sekaligus pecinta reruntuhan Tulum adalah jawabannya, tempat ini merupakan kombinasi dari pantai, zona arkeologi, dan sekaligus kota....

  • NUSA LEMBONGAN

    Sudah sering kali ke Bali namun baru kali ini kesampaian mengunjungi Pulau Nusa lembongan dan Nusa cenigan, yang terletak di sebelah tenggara pulau Bali, pulau ini sering disebut-sebut juga sebagai Gili island nya Bali. Awalnya trip ini tidak direncanakan sama sekali, namun muncul tiba-tiba selagi iseng melihat-lihat harga tiket, 3 hari sesudah lebaran tiketnya ternyata lumayan murah, maka spontan saja beli tiket, dan perjalanan kali ini saya mengajak anak dan ibu saya untuk berlibur......

  • JURNAL DI PHUKET

    Jalan-jalan ke pantai adalah favorit saya, karena terbiasa dimanjakan oleh pantai dengan pasir putih, kemilau air yang jernih, pohon kelapa yang daunnya melambai sepoi-sepoi tertiup angin dan langit yang berwarna biru cerah, saya jadi sangat picky untuk tidak pergi ke pantai yang terlalu crowded dan kotor. Menikmati pantai selagi liburan adalah hal penting untuk saya, karena itu juga saya selalu pilih-pilih tempat yang tidak terlalu turisti dan tidak terlalu banyak dikunjungi orang, alasannya selain tidak bisa bersantai, pantai yang dikunjungi banyak orang akan mengundang para pedagang asongan untuk selalu mengusik ketenangan, dan menurut pengalaman semakin banyak orang maka semakin banyak sampah yang terlihat di pantai......

  • Happy Budha

    Hampir di setiap kota besar selalu ada area penginapan untuk para backpacker atau budget traveler, dan saat saya mengunjungi Jogja setahun kemarin saya memutuskan untuk menginap di area yang dikenal dengan istilah kampung bule ini, nama jalanya dikenal dengan Jalan Prawirotaman. Jalan ini sebenarnya ada 3, yaitu Prawirotaman 1, 2 dan 3 namun yang paling digandrungi adalah yang pertama. Meskipun pada zaman dahulu area tempai ini adalah pusat penghasil batik cap dari keturunan Prawirotaman dan selain itu area ini adalah daerah markas prajurit Prawirotaman dan laskar pasukan hantu maut saat zaman perjuangan kemerdekaan.

Iamsterdam

a'dam

Hari dimana ketika saya menjejakan kaki di Amsterdam adalah ketika saya hampir ketinggalan kereta, hampir kehilangan tiket, hari ketika saya memasuki kehamilan saya yang berusia 6 bulan lebih dan hari ketika udara mendadak berubah menjadi dingin kembali di akhir Mei 2011 yang seharusnya sudah agak menghangat... Hari itu ketika pertama kalinya menginjak tanah di kota yang kata orang disebut-sebut sebagai city of freedom.  Hari yang cukup gloomy mengantarkan saya pada senyuman seorang pria yang umurnya lebih muda dari kita berdua, dia sudah menunggu kedatangan saya dan T.K di kursi depan Starbuck, pria itu bernama Ronald, dulunya tinggal di Bandung, namun sudah beberapa tahun ini ia sudah tidak pernah pulang dan di tempatnya lah saya dan T.K menginap selama 4 malam saja.

Ceritanya kita berdua akan menghabiskan 4 hari di kota ini untuk cuci mata dan having fun setelah berpulang dari kota Paris yang melelahkan, dibandingkan Paris yang katanya pusat fashion, kota cinta dan pusatnya makanan enak, saya merasa ada yang tidak sreg disana, entah apa, saya juga kurang mengerti. T,K selalu mengatakan mungkin itu semua akibat ekspektasi saya yang berlebih akan Paris yang menjadi impian kebanyakan wanita, namun nampaknya saya telah dikecewakan oleh kota cinta itu, entah salah momen, entah apa...

Omong-omong begitu kita bertiga mulai duduk di dalam bus dan mulai melaju perlahan, sebuah athmosfer kota kecil cantik ini langsung memicu daya tarik saya seketika, senyum mengembang begitu saja begitu melihat kota ini dari balik jendela bis yang track nya bersliweran diantara kendaraan umum dan sepeda-sepeda Ontel yang menghiasi sepanjang jalan, saya langsung jatuh cinta dengan kota ini dan langsung kerasan.

Rumah Ronald berjarak sekitar 40 menit dari terminal, area sekitarnya adalah pemukiman yang asri, di sepanjang jalannya dibatasi oleh sungai yang jernih airnya, tipe rumah di sana beragam mulai dari flat yang terlihat  minimalis sampai rumah flat yang terlihat agak besar dengan pekarangan yang cantik, rumah Ronald sendiri merupakan flat yang sederhana dengan 1 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 2 kamar mandi kecil,  kita berdua kebagian tidur di tempat tidur tamu yang bersatu dengan sofa di  ruang tamu. Ronald tinggal bersama ibu nya yang sama sekali tidak bisa berbahasa Belanda, beliau sehari-hari berbincang-bincang dengan bahasa jawa dengan keluarga dan teman-teman community nya, selebihnya beliau berbahasa Indonesia dengan saya dan Ronald.

Di Amsterdam ini juga saya terkena flu yang lumayan berat, yang nampaknya ditularkan dari Ronald, selama beberapa hari disini terlepas dari angin dingin yang sering berhembus tiba-tiba, saya sempat beler tidak karu-karuan, hebatnya Ibunya Ronald ini membuatkan kami sup hangat yang dampaknya luar biasa, tidak saja menghangatkan  tubuh tapi juga menghangatkan hati saya yang pada waktu sempat homesick selama perjalanan Eropa yang sudah hampir memakan waktu 1 bulan, sup hangat itu bagai masakan rumah buatan yang tidak bisa digantikan oleh makanan semahal apapun di eropa waktu itu hehe.

2557_fullimage_amsterdam rijksmuseum.jpg_560x350

Selama di A'dam ini saya hanya menengok satu museum, yang akhirnya saya sesali karena ternyata dengan harga yang sama rupanya di Rijkmuseum item lukisan-lukisan yang dulunya pernah ada sudah dikurangi, sangat menyesal kenapa saya tidak memilih Van gogh dari awal, entahlah..  i mean, saya bukan penggemar berat Van Gogh meskipun ada sedikit dari lukisannya saya print di atas kanvas dan menjadi hiasan dinding di rumah, namun ujung-ujungnya nya jadi menyesal di akhir, mungkin karena saya membandingkan dengan La Louvre dan National gallery.

Untuk berpergian saya dan T.K menggunakan bis dan tram, asiknya kita diberi pinjam oleh Ronald 2 kartu smartcard yang tinggal kita top up tanpa harus beli, bersepeda kelihatannya juga lumayan menyenangkan yang waktu itu harga sewanya adalah sekitar 8 euro seharian namun tidak kita pilih karena perut saya yang sudah kian membesar ini, dan keseharian kita selama disini adalah seperti tujuan awal kita yaitu berjalan-jalan dan cuci mata.

A'dam penuh dengan gang yang menghubungkan satu jalan ke jalan yang lain, diantara gang-gang tersebut mulai jam 4 sore terlihat yang namanya saya sebut sebagai  'penjaja cinta palsu sesaat' mulai membuka 'counter' dan memamerkan 'dagangan' mereka, di area ini tentunya dilarang mengambil gambar dan foto,  jika nekat mereka tidak tanggung-tangung berteriak memarahi habis-habisan. Kata orang belum ke A'dam jika belum cuci mata ke area RLD dan menghisap Mariyuana yang disana legal dan tipenya beragam itu, namun saya akan menjadi seorang ibu yang tolol jika harus mematuhi apa kata orang dalam kehamilan yang menginjak 6 bulan lebih, dan saat itu saya harus senang duduk di cafe pinggir sungai ditemani bau mariyuana yang bersliweran sesekali dengan ditemani segelas juice tomat yang rupanya rasanya bagai saus tomat itu, yuck!

Di sebuah kamar kaca saya menemukan tanda dikontrakan, rupanya kamar kaca yang dipakai wanita-wanita yang menjajakan diri itu dikontrak sistem perbulan bahkan mungkin bisa perminggu, dan persyaratannya hanya satu : memiliki  EU pasport  😱 yup sejak  27 negara gabungan Eropa ini mensyahkan kerja sama dalam bidang ekonomi itu maka mereka memperbolehkan warga negaranya tinggal dan bekerja di negera-negara yang sudah disahkan itu,  kabarnya banyak pelajar melakukan kerja sampingan ini untuk menambah pendapatan, hal seperti itu nampaknya sudah tidak tabu, di dalam pikiran saya merenung sendiri, dengan bebasnya jalan RLD ini tidak membuat image akan orang-orang di kota ini menjadi buruk sama sekali,  orang-orang yang saya temui sejak saya tiba disana sampai hari terakhir saya bertolak dari sana, semuanya begitu menyenangkan ramah dan bersahaja, seolah dunia mereka berada jauh dari  benua penuh dosa, dan anehnya terlepas dari itu semua, saya merasa kerasan di kota kecil yang konon dalam 3 hari dapat dengan mudah bisa terjelajahi ini, atau mungkin juga saya merasakan sedikit dari  sisa-sisa kenangan dari Indonesia dahulu yang tak bisa hilang dari sana, entahlah..

Belanda ini jika saya perhatikan tidak punya makanan khas, ujung-ujungnya saya dan T.K berakhir di Irish pub atau menyantap mie goreng di warung Cina, makan Steak, Kebab atau morning pancakes. Selama disana tidak tertarik sedikitpun mengunjungi  restoran Indonesia yang ada di beberapa area, selain mahal juga pasti rasanya tidak akan sama persis, jadi buat apa? Sementara ice cream yang menyegarkan kita beli di Zaansechancs, big day out ke sebuah desa miniatur belanda yang berjarak 50 menit dari pusat kota, desa yang cantik dengan kincir angin yang berumur sangat tua ini cukup mengobati kerinduan bagi wisatawan yang tertarik dengan workshop cara membuat sepatu kayu, berfoto di rumah tipe khas pedesaan dengan cafe yang menjual souvenirs, ice cream dan keju belanda yang terkenal, selain terhibur oleh binatang-binatang yang lucu-lucu seperti sapi-sapi dan kambing-kambing yang berada disana, kawasan ini cocok untuk piknik bersama anak-anak yang menyukai alam, jadi not bad lah jika sudah mulai bosan dengan perkotaan.

SONY DSC

SONY DSC

Satu yang wajib dicoba selagi mengunjungi A'dam ini adalah Boat tour, karena adam dikenal juga sebagai Venetian of the west alias kota yang penuh dengan canal, maka pengalaman ini jangan dilewatkan, selain mengagumi bangunan-bangunan dari atas perahu, jalur kapal ini membawa kita ke area yang tidak dilalui transport tentunya.  Yup begitulah, benar juga kata orang, 3 hari saja disini sebenarnya sudah cukup melihat main highlight dari kota ini.

Last day karena cuaca buruk, saya dan T.K memilih bersantai saja dan menghabisakan waktu bersama dengan menonton Hangover 2 yang di Paris judulnya dirubah menjadi Very bad trip 2 hehe, rupanya bioskop di kota kecil ini kabarnya hanya ada 5 itupun kecil-kecil malah ada yang kelihatanya seperti pementasan gedung theater kecil, bioskop yang terbesar adalah ukuran XXI skala sedang untuk kota  Bandung, selepas dari itu menengok salah satu mall yang terus terang bisa dibilang biasa saja, namun karena hari itu sedang ada promosi coklat gratis kita berdua malah bulak -balik pintu masuk 😁
Share:

Montmarte.... im in love

Paris yang mengundang sejuta wisatawan dari seluruh dunia nampak terlihat lelah dan muram saat saya dan T.K berkunjung kesana, Paris yang mataharinya terik pada bulan Mei  membuat saya hanya berpakaian satu kaos model you can see saja saat itu. Kota cinta itu seperti meleleh begitu saja menyisakan hiruk pikuk turis yang berbondong-bondong di depan Norte Dame, Paris juga nampak berkeringat menyaksikan obsesi turis yang mengantri berbelanja  di Champs-Elysées demi berburu Louis Vuitton yang tidak pernah saya suka. Selain 'katanya' tiruan KW 1 yang beredar di pasaran dibuat di pabrik yang sama dengan bahan yang slightly lebih murah, ironi nya semua turis yang bisa traveling sampai Paris dan mampu beli LV  asli pastinya mampu beli LV dengan harga 200-300 dollar lebih mahal di negeri asalnya (bukan begitu?) daripada harus mengantri seharian disini, saya masih bisa mengerti jika modelnya hanya bisa didapat di Paris saja, tapi semisal  model standar yang  banyak dijual sampai ke emperan di negeri-negeri asalnya, buat saya perjuangan seperti itu hanya buang-buang waktu dan energy saja  (well... no offense but at least itu opini saya) anyways... enough about LV!.

Paris hitam putih itu sudah sirna sejak lama, sekarang athmosfer nya sudah berubah sangat drastis menjadi penuh warna oleh fashion dan zaman. Jika saya perhatikan wanita-wanita Paris kelihatan lebih modis dan nampak lebih menarik dibandingkan dengan para wanita di beberapa kota di Eropa yang pernah saya kunjungi, entah karena aura nya atau mungkin karena mereka memang lebih trendy dan cantik-cantik karena hasil keturunan pernikahan campuran dengan banyaknya imigran dari negara lain yang datang ke kota ini.
Midnight-in-Paris-movie-review1ilustrasi paris di masa lalu

Kota cinta yang sudah berubah itu menyisakan athmosfer baru yang kurang nyaman di hati saya, selain metro yang kotor mungkin hari-hari saya selama disana hampir setengah harinya dihabiskan dengan turun naik metro ini, meski begitu bohong jika saya bilang saya membenci Paris, begitu banyak yang disukai dari kota ini, terlepas dari view-view ternama di seluruh dunia, Bistro-bistro unik dengan harga mahal yang menyajikan makanan-makanan enak, keju dan roti-roti andalannya mulai dari croissant sampai baguette, toko-toko bukunya, Ice cream-ice cream nya, gang-gang kecilnya, seni yang beraneka ragam, gedung-gedungnya,  bahkan orang-orangnya sendiri sangat menarik. Sampai ketika hari berikutnya mood saya berubah banyak saat saya menengok Montmarte.
accueil-illusBistrot Peres et filles di area St Germain

DSC05000
menikmati Confit de canard

Tidak ada yang spesial saat menuju Montmarte, pagi itu saya bersama T.K malah lupa menukarkan uang pada hari sebelumnya, karena itu di area yang sangat turisti ini nilai uang Pounds dengan sangat mengecewakan turun dengan drastis terhadap Euro plus potongan nya, karena itu satu-satunya budget kita dan kita tidak mencoba mencari opsi money changer lain, maka dengan dongkol kita menerima penukaran itu, salah nya kita tidak mengecek lebih teliti dengan lebih detail, nasi sudah menjadi bubur, maka daripada memikirikan terus peristiwa hari itu kita mulai menyibukan diri dengan pemandangan di depan mata.

SONY DSC

SONY DSC
view dari montmarte

Hari yang cerah, Montmarte terlihat sibuk mengungkung orang-orang disekelilingnya, tanpa buang waktu kita menaiki elevator sampai menuju Sacré-Coeur Basilica, kata orang di area inilah potret dari Parisein berkumpul, banyaknya orang yang ber hangout duduk di tangga, mulai dari yang menikmati view kota paris dari ketinggian, sampai yang menonton pertunjukan oleh anak seniman jalanan yang mengundang perhatian, mereka terlihat bersuka cita dengan senyum diwajahnya, saling berpelukan bahkan ada yang berciuman dengan mesra, saya dan T.K sendiri setelah puas melihat-lihat ke dalam gereja, dan menonton pertunjukan sambil berkeliling, lalu kita berdua memutuskan duduk-duduk di atas rumput untuk melepas lelah. Roti baguette dengan keju yang kita beli di sebuah toko lokal di area Gentilly menjadi santapan kita siang itu, sambil duduk melihat Paris dari atas bukit kita terus mengobrol sampai piknik kita habis dan melanjutkan sight seeing kita di area ini.

SONY DSC


SONY DSC

SONY DSC

SONY DSC



SONY DSCSONY DSCSONY DSC



Sambil menikmati Montmarte kita berhenti di salah satu pub dan memesan minuman sambil memperhatikan rombongan turis yang berlalu-lalang kian kemari, meski tempat ini begitu penuh namun tidak mengurangi aura Parisien nya sama sekali. Sehabis minum sambil bersenda gurau dan menikmati ice cream, kita berdua iseng menapak tilas film Amelie yang mengambil lokasi syuting di area ini, sambil sesekali mengagumi cantiknya kawasan ini.

Benar kata orang bahwa belum Paris kalo belum ke Montmarte, dengan banyaknya bistro, jalanan kecil dan para pelukis jalanan serta pengamen dengan akordeon saya merasa kerasan dan terasa sedang benar-benar ada di Paris dibandingkan berjalan di area kota nya sendiri, setidaknya ini adalah athmosfer yang mendekati ekspekatsi saya akan Paris, muluknya saya berharap menemukan sisi lain dari Paris yang klasik bukan ke glamoran kota metropolis dan shopping serta soal fashion nya melulu, saya ingin melihat Paris masih seperti dalam film midnight in Paris ( film yang menceritakan kisah seorang pemuda yang kembali ke masa lalu setiap tengah malam di kota Paris dan bertemu para artist pada masa itu ), mungkin euforia itu muncul karena pernah ada aura besar para artist yang dulunya pernah tinggal disini seperti Salvador Dalí, Amedeo Modigliani, Claude Monet, Piet Mondrian, Pablo Picasso and Vincent van Gogh dan mungkin energinya masih bersemayam disana, tak hilang oleh waktu, entahlah...  setidaknya saya merasakan jatuh cinta lagi di sini.

Share:

Padang pasir di Indochina

Sebenarnya mengujungi tempat ini tanpa sengaja saat kebetulan sedang ada di Vietnam,  Kejadiannya saat melewati beberapa travel agent yang riuh-rendah di sepanjang kanan kiri jalan Pham ngu lao yang dikenal sebagai area backpacker hell yang sarat dengan penginapan murah dan street food yang terkenal ini.

karena gambarnya menarik saya spontan bertanya dimana tempat itu pada salah satu kios agent, akhirnya setelah cari tahu sana-sini, maka saya akhirnya memasukan tempat tersebut dalam list agenda saya, waktu 2 minggu yang saya punya selama di Vietnam dan Kamboja, masih menyisakan waktu barang 3 hari untuk keluar dari Ho chi min menuju area Mu ine yang seharusnya hanya berjarak 4 jam.

Typical, bis yang membawa saya menuju Mu ine ternyata berakhir memakan waktu 6 jam lebih plus berhenti dan sebagainya, dan karena tiba sudah memasuki sore hari serta besoknya pergantian tahun baru maka dengan susah payah dan kecewa harus mau mendatangi panginapan-penginapan yang berjejer di pinggir pantai yang rata-rata penuh dan harganya jadi melambung tinggi, setelah sekian lama berjalan akhirnya saya menemukan penginapan terakhir yang katanya baru buka beberapa bulan lalu ini rupanya masih menyisakan 2 kamar yang untungnya bersih dan masih terlihat serba baru, setelah negosiasi harga akhirnya deal dapat kamar seharga 120 ribu untuk tarif per malam nya, yes!

Dibandingkan Ho chi min yang hiruk pikuk dengan kendaraan bermotor, Mu ine yang letaknya berada di kawasan pantai ini lebih sepi dan melompong, untuk pantai nya sendiri saya tidak berharap terlalu banyak, alias tidak terlalu spesial, namun menikmati malam tahun baru di salah satu Beach bar bernama Pogo , lucunya saat itu tidak ada yang menghitung mundur menuju pergantian tahun, jadinya hanya mendengar beberapa kelompok yang datang bersama teman-teman satu gengnya berhitung masing-masing, namun saat itu ada yang mulai meyulut api besar diatas api unggun dekat pasir pantai sehingga malam pergantian tahun baru 2011 saat itu jadi terlihat meriah.  Setelah 1 buah Seesha dan Mojito, mata yang mengantuk tidak bisa diajak kompromi, maka akhirnya memutuskan kembali ke penginapan saat orang-orang masih menikmati malam dengan musik, party gelak tawa  dengan ember-ember kecil minuman penuh oplosan di tangan mereka, saya memutuskan untuk tidak tinggal terlalu lama dan kemudian terbangun di awal tahun yang baru.

SONY DSC
(fishing vilage)

Untuk menuju Sand dune (Doi Cat) alias padang pasir ini, dari area tempat saya menginap harus menggunakan kendaraan lagi, dibandingkan pergi menggunakan jasa agent, saya berencana menyewa motor dan bermodal peta yang didapat dari travel agent saja, menurut informasi jarak nya sekitar 45 menitan, maka setelah menikmati sarapan pagi maka perburuan pun dimulai. Menuju ke Sand dune ini pasti bakal melewati fishing village (Lang chai Mui Ne) yang terkenal, ratusan kapal nelayan terlihat disana, melihat pemandangan yang ramai itu, saya berhenti sebentar  sambil mengabadikan beberapa wajah nelayan dan kapal-kapal yang terserak di Muine bay tersebut. Jika tertarik, kamu bisa membeli kepiting, udang dan ikan untuk dimasak, saya sendiri lebih memilih meneruskan perjalanan.

SONY DSC

Rupanya sand dune ini ada yang berwarna merah, putih yang satu lagi coklat kuning ke-emasan, di padang pasir yang pertama tempatnya tidak terlalu seluas yang kedua, dan jarak yang satu ke yang lain lumayan jauh, namun sebenarnya justu yang membuat saya impress adalah pemandangan yang bisa kita lihat di kiri kanan jalan menuju kesana, ada semacam perpaduan tempat-tempat dalam kepala saya,  seperti berada di jalan menuju Nebraska di Amerika atau somewhere menuju gurun Australia, namun tiba-tiba ber teleport menuju pantai liar di Asia tenggara dan berakhir  di perkebunan buah naga dan terpukau di negeri bunga Lotus, it was great! (hanya bedanya saya tidak menggunakan Harley tapi motor bebek saja hehe)

SONY DSC
(pemandangan pantai sepanjang jalan)

DSC04582
   (negeri bunga lotus di padang pasir )

Sementara main Sand dune yang biasa disebut Bao trang ini sangat luas, bisanya orang datang kesini saat menikmati sunrise dan sunset, gurun pasir ini sangat menarik karena dikelilingi 3 sungai yang cantik, Bau Ong (Gentleman Lake), Bau Ba (Lady Lake) sungai terbesar, dang Bau Xoai (Mango Lake) sungai yang terkecil,  di area ini juga kamu bisa menyewa ATV atau sekedar papan yang biasa disewa untuk main seluncuran dari atas ke bawah. inilah menurut saya hebatnya gurun pasir di Asia tenggara, dimana-mana ya kalo mau melihat gurun pasir tidak ada acara pemandangan melewati pantai, bunga lotus, sungai atau melewati perkebunan buah naga :D

tips : beware of penjaja seluncuran ini mereka akan mengikutimu dan setengah memaksa terus sampai kamu akhirnya mau menyewa papan seluncuran mereka hehe.
DSC04570

(yup, thats me :p)
Share:

Trip to Angkor wat


Setelah menempuh perjalanan hampir 20 jam karena bis antar negara plus jeda waktu istirahat membuat penantian saya dari Ho chi min ke Siam reap ini menyita waktu yang membuat sangat letih. Begitu sampai di terminal Siam reap yang sepi itu saya jadi agak khawatir, tidak seperti semua terminal yang pernah saya kunjungi ternyata terminal ini jam 9 malam sudah sepi, hanya tinggal segelintir saja kendaraan disana itupun nampaknya kendaraan yang sudah tidak menarik penumpang, sementara beberapa ratus meter menuju ke terminal ini pun saya tidak melihat banyaknya tanda-tanda kehidupan, setelah bertanya pada supir Bus ternyata saya harus mencari sisa tuk-tuk yang masih mangkal disana untuk menuju area utama di kawasan old market.  ketika kendaraan akan menepi saya melihat kertas karton yang dibentangkan dengan beberapa nama didalamnya, rupanya nama-nama yang ditulis di kertas karton tadi salah satunya adalalah nama 5 orang turis asal perancis yang duduk di sebelah saya selama perjalanan.

‘yeah that us, ujar mereka senang’

‘did someone will pick you up as well?’ ujar salah satu dari mereka?

‘No’ ujar saya lesu

‘why dont you join us? We can look for the room together!’

‘i’d love to but i already book my own room’

‘too bad’

Saat itu bis menepi dan sedikit berputar arah, begitu mengantri turun tiba-tiba saya melihat seseorang yang datang mendekati bus setengah berlari membentangkan karton dengan tulisan nama saya, antara senang karena dapat jemputan, saya jadi ragu, darimana mereka tahu nama saya. Melihat semua tuk-tuk yang ada disana sudah terisi penuh maka saya pun dengan ragu mendekati tukang tuk-tuk yang tersisa itu. Pertanyaan saya terjawab sudah tanpa saya bertanya, pastinya travel agent itu lah yang memberikan informasi penumpang pada beberapa tukang tuk-tuk ini.

‘Are u miss angelick, i will take you to your hotel’ ujar tukang tuk-tuk itu sambil menyilakan saya naik

Karena lelah yang menyerang  dan tidak melihat alternatif kendaraan lain tanpa berpikir apa-apa, saya ikut saja dia, dan beberapa tuk-tuk pun satu persatu meninggalkan terminal yang sudah benar-benar kosong itu, tak lupa turis-turis perancis itu melambaikan tanda perpisahan pada saya.  Sementara di perjalanan yang lumayan jauh itu tiba-tiba rasa takut mulai menyerang. ‘wah jangan-jangan saya mau diculik’

Namun nampaknya dia berhasil merubah pendapat saya, saat memulai percakapan dari cara bicaranya dia nampaknya memang mengambil keuntungan dari meminta info penumpang dan menawarkan jasa pada turis-turis asing, karena itu juga dia bisa lumayan berbahasa inggris, namun nampaknya tidak ada niatan untuk menculik para turis hehe.  Percakapan berlanjut, dia menawarkan hotel yang katanya murah tapi oke, sudah pasti hotel itu yang menawarkan komisi padanya. Ketika tahu saya sudah reservasi kamar di hotel lain dia terlihat kecewa, namun karena saya menyetujui bahwa saya minta diantar besok pagi melihat Angkor wat maka senyum di wajahnya mengembang kembali. Tiba di hostel yang dimaksud saya langsung  check in dan langsung geleng-geleng kelapa ketika tahu hanya saya satu-satunya perempuan dalam  kamar dengan 3 ranjang bertingkat itu. Dan saya mendapatkan ranjang atas, sial!

Setelah mandi dan makan malam malam dia area terdekat,  saya memutuskan kembali ke kamar dan langsung tidur saja, namun saat itu saya gelisah, tempat baru, suasana baru, dengan orang-orang yang baru lagi, namun sebenarnya yang paling adalah janji saya untuk barangkat jam 4.30 pagi dengan supir tuk-tuk, yang saya pikir akan sangat tidak mungkin karena capek yang menyerang, sambil mencoba memejamkan mata, setengah tertidur dan pikiran yang menerawang tak tentu arah akhirnya pada satu waktu saya membuka mata dan melirik jam yang sudah menunjukan jam 4, entah dapat semangat darimana, tiba-tiba spontan saya memutuskan untuk bangun saja dan menemui supir tuk-tuk yang sudah menunggu di luar. Dan berangkatlah kita menuju kerajaan Angkor.

Zaman sudah berubah, era teknologi dan digital sekarang membuat orang nampaknya lebih puas melihat segala sesuatu dari balik lensa. Baik itu melihat konser musik sampai melihat pergantian sunrise dan sunset orang lebih senang mengabadikan momen wow itu dengan melihat dari lensa kamera dibanding dengan mata telanjang langsung. Seperti semua orang tahu,  hasil foto, video tidak akan pernah sama sensasinya dengan kita melihat langsung saat itu juga, dan tentu saja selalu ada kepuasaan tersendiri.

Pernah seorang teman membuat lelucon tentang apa pentingnya orang traveling kesana-sini jika pada akhirnya misal berpetualang ke hutan Amazon yang jauh bisa kita nikmati di rumah sambil duduk depan tv berukuran besar, duduk di sofa empuk bertemankan sebotol soft drink dan kudapan, stereo system dengan efek suara yang mendukung dan kacamata 3d serta kipas angin akan membuat kita merasa seperti di hutan belantara yang liar.  Clever thought, tapi bukan itu kan intinya traveling? Saya bicara tentang ini karena berdasar pengalaman saya saat sunrise di Angkor wat, ketika pertama datang kesana saat masih gelap gulita, waktu itu saya tidak bisa melihat berapa banyak orang yang datang ke situs bersejarah ini, bahkan saya sempat mengikuti pemandu jalan rombongan lain yang membawa senter, namun begitu matahari mulai menampakan dirinya dengan malu-malu  mulai menerangi hari, saat melihat kebelakang betapa terbelalak nya saya melihat ribuan orang yang datang ke tempat ini mulai dari pagi-pagi buta untuk mengabadikan momen sunrise ini. Akhirnya matahari semakin tinggi dan mulai menerangi candi yang gelap itu dengan perlahan, saya langsung menutup mata karena silau dengan kilauan cahaya dari ribuan orang yang membidikan kamera nya ke arah datang nya sinar yang mulai menerangi candi Angkor wat.

SONY DSC

Saya beri tips, bagi yang akan berkunjung ke Angkor wat dan melakukan tour sunrise menurut saya pribadi memang oke, tapi menikmati sunrise disana tidak se spektakuler sunset, mungkin karena atmosfer dan warnanya lebih menarik dan hangat dibandingkan dengan sunris terlebih lagi jika malamnya kurang tidur dan pagi-pagi buta jam 5 subuh, sudah harus tiba dilokasi hehe.

SONY DSC

Kembali ke cerita. Saya baru tahu kalo supir tuk-tuk saya itu posesif, ketika selesai mengantar seharian melihat-lihat Angkor wat, ketika dia menanyakan tujuan besok yang belum saya rencanakan dan belum saya susun, dia memborbardir saya terus-menerus akan rencana yang saya belum pikirkan karena sangat kelelahan, dan sebal nya ketika saya menjawab belum tahu, dia malah balik bertanya kenapa tidak tahu?  I mean, saya sudah memberi dia tambahan rezeki dengan memilih dia mengantar seharian, plus bonus tambahan yang tadi malam saya beri karena mengantar ke hostel malam-malam, perlu diingat pergi sendirian artinya otomatis juga saya bayar tuk-tuk full price, tidak seperti rombongan beberapa orang dalam satu tuk-tuk yang bisa saling patungan. Namun saya tetap berusaha sopan dan tidak jadi kasar, sumpah saya sangat kesal saat itu , ‘hak saya dong mau jalan kesana kesini pakai tuk-tuk yang saya mau’,  namun saya masih bisa menahan diri dengan berkata sopan

‘Nampaknya tidak kemana-mana’  dan air mukanya berubah kecewa.

Keesokannya saat saya memutuskan rencana spontan kembali ke Angkor wat pada siang hari dengan meminta bantuan tuk-tuk langganan hotel. Di lokasi, saya dipergoki tukang tuk-tuk kemarin yang mengantar saya, awalnya saya tidak mengenalinya karena wajah orang sana nampak mirip-mirip apalagi hampir seharian dia membelakangi saya karena menyetir di depan, jadi wajahnya ingat-ingat lupa. Namun akhirnya saya ngeh juga kalo itu si mas tuk-tuk yang kemarin. Setelah mengucapkan halo dengan nada santai namun agak pedas dia bilang

‘you said you will stay at hotel yesterday and wont come back here again’.  See, ini orang cari untung sampai seposesif begitu sama pelanggan.

‘yes i suddenly changed my mind this morning’ ujar saya sambil ngeloyor pergi sambil melambai menjauh, sementara dia memandang saya dengan tatapan setengah sedih namun setengah kesal.

SONY DSC

Jika saya perhatikan diantara semua candi di komplek angkor ini yang menjadi favorit saya adalah candi Bayon, Bangunan candi ini sungguh unik karena memiliki ukiran seribu wajah tersenyum. Sebagian menyatakan wajah itu merupakan representasi dari wajah raja Suryavarman II, sang pendiri. Namun ada juga berpendapat katanya wajah-wajah yang beraneka ragam  itu adalah wajah sang Budha, semantara jika saya perhatikan wajah-wajah yang terukir pada menara-menara tersebut menghadap ke arah keempat penjuru mata angin.

Tempat wisata memang paling terkenal dengan para pencari uang, contoh lainnya adalah trik hadiah, jika sewaktu ada seorang gadis kecil bertanya padamu darimana kamu berasal  jika tidak mau membeli apapun tipsnya jangan menoleh atau menjawabnya, meski terkesan rude tapi itu satu-satunya jalan untuk menghindari tipe penjual seperti ini, kenapa?

karena dia akan bertanya seperti ini padamu :

hello, miss where do you come from?

indonesia

ooh, i love indonesia its such a beautiful country, i have friends who work there

really?

yes, and my friend say indonesian people are handsome and beautiful, just like you miss

oh thank you

by the way do you want to buy my bracelet?

no thank you

please miss... its good quality but the price is very cheap

no sorry

wait miss,.... i will give you one for free
why?

because i like you, its my gift for you

dan lalu........ sikap orang kebanyakan adalah merasa tidak enak  dengan hadiah itu dan akhirnya membeli beberapa gelang dari gadis ini meski banyak yang kurang menyukainya. You see what i mean?

cerita saya sendiri berbeda, dibanding gelang saya lebih melirik postcard yang dia jual, setelah memilih dan menyuruh dia bulak-balik mencari gamabr yang saya suka,  dia menagih harga 1 dollar, mata saya membelalak untuk 12 postcard ini saya harus bayar 10 ribu satunya? no saya tidak mau! terlalu mahal ujar saya gusar

tapi miss...  saya sudah bulak balik berlari-lari kesana-sini demi mencari gambar yang kau sukai!

dan air matanya mulai berlinang

sorry tapi terlalu mahal ujar saya pergi

miss!!! 1 dollar itu bukan satu tapi 12!!!!!

ujarnya berteriak sambil menangis

ooohhh....

saya cepat menghampirinya dan meminta maaf, maka saya menyerahkan 1 dollar itu ke dalam kepalan tangannya yang sibuk menyeka air matanya

maaf ya... saya kira harga satuannya

ujar saya menjelaskan

sambil bersungut diapun pergi

karena merasa bersalah, saya mengamati punggungnya yang menjauh selama beberapa menit, namun rupanya dia bisa melupakan kejadian itu dengan cepat karena ketika melihat turis lain yang berdatangan dengan sigap dia mendatangi mereka, dasar penjual !


bersambung

Share:

Popular Posts

Blog Archive

Categories

Recent Posts