Ayah saya tumbuh dan besar dalam budaya sunda yang kental, Namun dahulu pada masa Ia muda, seperti anak-anak pria pada masa nya, Ia juga mengalami saat-saat badung dan bandel, Ia tak sadar jika hobi nya yang sering keluar main, join geng motor dan tak betah dirumah menular pada darah daging nya sendiri, namun karena budaya dan dogma masyarakat yang lekat di nalar nya Ia terkadang ingin memposisikan anak nya untuk bersikap setara seperti anak perempuan lain hidup lurus, pendiam, penurut dan jadi anak rumahan. Ia tak sadar setiap ia menegur dan kesal pada kelakuan saya, yang terjadi adalah .... Ia sedang menegur dirinya sendiri yang hidup di kerangka lain jenis dengan ukuran lebih kecil, Ia sangat kebingungan, tanpa disadari, semakin saya bersikap mirip dengan dirinya, Ia juga semakin kesal 😄
Entah darimana asalnya, tapi keinginan traveling saya ini muncul dan mendominasi sejak awal tahun 2000 an, tiba-tiba saja saya ingin ke Eropa dan tertarik mempelajari bahasa Jerman, kemudian saya coba-coba melamar kerja di Dubai. staff Mc Donald di negara bagian Amerika atau peruntungan apa saja yang bisa untuk bekerja di luar negri, ada sesuatu yang mendorong saya untuk bisa melihat dunia yang berbeda, mencoba hal baru dan bertemu orang yang berbeda. Saya bahkan mengalami zaman menulis surat untuk sahabat pena di luar negeri dan iseng membuat paspor padahal tabungan masih sangat minim 😂
Awal keluar negri itupun cuman mampu ke negara tetangga Singapura, dan awal kesana senangnya bukan main, melihat negeri orang yang serba teratur dan bersih membuat saya malah mempunyai obsebsi makin gila untuk traveling, saya harus kembali lagi ke sana...
Ketika suatu tahun, saya makin bisa sering traveling, saya makin sering bertemu orang, sering membaca dari buku dan internet, saya menjadi semakin memahami akan inti dari traveling. Dulu tiap ke luar negeri cuman hanya ingin foto-foto di spot wajib atau untuk bahkan menulis materi di blog bahwa saya pernah kesana, namun ternyata tak hanya itu, ketika saya tinggal di hotel berbintang saat traveling dan pergi tur dengan rombongan, saya sempat merasa ada sesuatu yang monoton, I mean 5 stars hotel is great dan kemana-mana ikut tur saya merasa kurang enjoy, saya tidak bisa stay lebih lama di tempat yang saya suka, tidak bisa melakukan jadwal dadakan dan semua terasa terburu-buru. 1 hari mengunjungi 5 spot badan capek, ada hasil foto, namun kenangan akan tempat itu tidak banyak, dan saya tidak terlalu menyukai rutinitas itu.
Di kesempatan lain saya mulai menonton film keluaran tahun 2000 berjudul The Beach tentang seorang backpacker yang menemukan surga di kepulauan Thailand yang kemudian sejak film itu dirilis tempat itu menjadi penuh oleh Turis dan dikenal sebagai Maya Bay area Phuket, intinya karakter dari film ini adalah tentang menemukan arti dari sebuah perjalanan dimana si karakter berhasil menemukan jati diri nya sendiri dengan membuat dirinya tersesat, dan terkadang pengalaman yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya justru membawa hikmah besar dari hidup. Film yang diangkat dari novel tahun 1996 ini sudah menciptakan penganut kepercayaan baru bagi para pelancong akan perbedaan tourist dan traveler.
Artian traveling dengan backpack ini membuat saya semakin tertarik, apakah mereka ini adalah orang-orang yang melakukan sebuah perjalanan dalam mencari jati diri serta mencari arti hidup kah ?. karena di negara maju sendiri saya melihat orang-orang yang melakukan backpaking ini rata-rata adalah para remaja yang mulai beranjak dewasa, mereka mengembara mencoba survive di beberapa negera lain dan mempelajari hal baru agar menjadi bijaksana dan dewasa. Dan Yup benar sekali kawan, pengalaman adalah guru terbaik!.
Thailand dan India yang biasanya menjadi tujuan favorit para backpacker ini dan kemudian merambat ke asia tenggara lainnya, alasan nya ? banyak tempat spiritual, pantainya cantik dan murah. Meski awalnya sebuah kegiatan dalam pencarian Jati diri namun rupanya kegiatan seru ini rupanya sudah berubah menjadi candu, semua orang yang terkena candu ini masih melakukan kegiatan ini sampai umur tua. Pada kesempatan lainnya setelah saya juga manggilai spirit dari backpacker ini, saya juga sedang tergila-gila dengan novel Edensor nya Andre Hirata dengan kata-katanya yang membakar semangat bagaikan ledakan Heroin dalam otak dan jiwa.
Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda marabahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup. Ingin merasakan sari pati hidup!
Nah bagi yang belum tahu, Edensor sendiri sih adalah nama sebuah desa kecil di salah satu provinsi utara Inggris yang ketika saya mendatangi tempat nya sendiri, saya ber-ekpestasi sangat tinggi, I mean sebuah desa cantik bisa menjadi inspirasi nama sebuah buku. It has to be great, isn't? Namun sayangnya saya kurang impressed, area sekitarnya sendiri adalah hamparan karpet dengan bukit-bukit kecil nan cantik, namun kalo saya harus bilang : hampir semua desa di inggris ya seperti itu, desa cantik itu hampir ada dimana-mana ketika kamu sudah mulai jerambah meng-explore desa-desa di Inggris, kamu akan melihat tipe-tipe desa cantik ini.
Lalu.....saya masih ingin melakukan backpacking trip suatu hari nanti meski dunia sudah banyak berubah. Seiring umur sudah menua, saya sering ingin tinggal di hotel yang nice dan nyaman, dan setiap traveling saya lebih meng-asosiakan dengan kegiatan Holiday dibandingkan kegiatan petualangan, atau pencarian hidup serta jati diri. Apakah saya sudah berubah menjadi flashpacker atau lazy tourist? Ah apapun lah itu sebutan nya, toh I"ve been there ... done it..... saya pernah mendatangi tempat-tempat yang tidak sedikit sampai hari ini, saya belajar pada semangat dan senyuman orang-orang baru, saya pernah mencicipi dan mencium aroma yang tak saya dapat di sekitar tempat saya tumbuh, dan saya sangat bersyukur saya pernah diberi kesempatan ini olah Tuhan. Mungkin saat ini saya sudah ingin slow down dari marathon 10 tahun terakhir, terlebih lagi saya sudah sering sakit asam lambung. Sebenernya yang membuat saya sedih adalah .....saya takut melewatkan kesempatan belajar untuk menjadi kuat, hmmm.....mudah-mudahan saya masih punya kesempatan untuk selalu traveling, kamu juga ya..... amien