Hari dimana ketika saya menjejakan kaki di Amsterdam adalah ketika saya hampir ketinggalan kereta, hampir kehilangan tiket, hari ketika saya memasuki kehamilan saya yang berusia 6 bulan lebih dan hari ketika udara mendadak berubah menjadi dingin kembali di akhir Mei 2011 yang seharusnya sudah agak menghangat... Hari itu ketika pertama kalinya menginjak tanah di kota yang kata orang disebut-sebut sebagai city of freedom. Hari yang cukup gloomy mengantarkan saya pada senyuman seorang pria yang umurnya lebih muda dari kita berdua, dia sudah menunggu kedatangan saya dan T.K di kursi depan Starbuck, pria itu bernama Ronald, dulunya tinggal di Bandung, namun sudah beberapa tahun ini ia sudah tidak pernah pulang dan di tempatnya lah saya dan T.K menginap selama 4 malam saja.
Ceritanya kita berdua akan menghabiskan 4 hari di kota ini untuk cuci mata dan having fun setelah berpulang dari kota Paris yang melelahkan, dibandingkan Paris yang katanya pusat fashion, kota cinta dan pusatnya makanan enak, saya merasa ada yang tidak sreg disana, entah apa, saya juga kurang mengerti. T,K selalu mengatakan mungkin itu semua akibat ekspektasi saya yang berlebih akan Paris yang menjadi impian kebanyakan wanita, namun nampaknya saya telah dikecewakan oleh kota cinta itu, entah salah momen, entah apa...
Omong-omong begitu kita bertiga mulai duduk di dalam bus dan mulai melaju perlahan, sebuah athmosfer kota kecil cantik ini langsung memicu daya tarik saya seketika, senyum mengembang begitu saja begitu melihat kota ini dari balik jendela bis yang track nya bersliweran diantara kendaraan umum dan sepeda-sepeda Ontel yang menghiasi sepanjang jalan, saya langsung jatuh cinta dengan kota ini dan langsung kerasan.
Rumah Ronald berjarak sekitar 40 menit dari terminal, area sekitarnya adalah pemukiman yang asri, di sepanjang jalannya dibatasi oleh sungai yang jernih airnya, tipe rumah di sana beragam mulai dari flat yang terlihat minimalis sampai rumah flat yang terlihat agak besar dengan pekarangan yang cantik, rumah Ronald sendiri merupakan flat yang sederhana dengan 1 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 2 kamar mandi kecil, kita berdua kebagian tidur di tempat tidur tamu yang bersatu dengan sofa di ruang tamu. Ronald tinggal bersama ibu nya yang sama sekali tidak bisa berbahasa Belanda, beliau sehari-hari berbincang-bincang dengan bahasa jawa dengan keluarga dan teman-teman community nya, selebihnya beliau berbahasa Indonesia dengan saya dan Ronald.
Di Amsterdam ini juga saya terkena flu yang lumayan berat, yang nampaknya ditularkan dari Ronald, selama beberapa hari disini terlepas dari angin dingin yang sering berhembus tiba-tiba, saya sempat beler tidak karu-karuan, hebatnya Ibunya Ronald ini membuatkan kami sup hangat yang dampaknya luar biasa, tidak saja menghangatkan tubuh tapi juga menghangatkan hati saya yang pada waktu sempat homesick selama perjalanan Eropa yang sudah hampir memakan waktu 1 bulan, sup hangat itu bagai masakan rumah buatan yang tidak bisa digantikan oleh makanan semahal apapun di eropa waktu itu hehe.
Selama di A'dam ini saya hanya menengok satu museum, yang akhirnya saya sesali karena ternyata dengan harga yang sama rupanya di Rijkmuseum item lukisan-lukisan yang dulunya pernah ada sudah dikurangi, sangat menyesal kenapa saya tidak memilih Van gogh dari awal, entahlah.. i mean, saya bukan penggemar berat Van Gogh meskipun ada sedikit dari lukisannya saya print di atas kanvas dan menjadi hiasan dinding di rumah, namun ujung-ujungnya nya jadi menyesal di akhir, mungkin karena saya membandingkan dengan La Louvre dan National gallery.
Untuk berpergian saya dan T.K menggunakan bis dan tram, asiknya kita diberi pinjam oleh Ronald 2 kartu smartcard yang tinggal kita top up tanpa harus beli, bersepeda kelihatannya juga lumayan menyenangkan yang waktu itu harga sewanya adalah sekitar 8 euro seharian namun tidak kita pilih karena perut saya yang sudah kian membesar ini, dan keseharian kita selama disini adalah seperti tujuan awal kita yaitu berjalan-jalan dan cuci mata.
A'dam penuh dengan gang yang menghubungkan satu jalan ke jalan yang lain, diantara gang-gang tersebut mulai jam 4 sore terlihat yang namanya saya sebut sebagai 'penjaja cinta palsu sesaat' mulai membuka 'counter' dan memamerkan 'dagangan' mereka, di area ini tentunya dilarang mengambil gambar dan foto, jika nekat mereka tidak tanggung-tangung berteriak memarahi habis-habisan. Kata orang belum ke A'dam jika belum cuci mata ke area RLD dan menghisap Mariyuana yang disana legal dan tipenya beragam itu, namun saya akan menjadi seorang ibu yang tolol jika harus mematuhi apa kata orang dalam kehamilan yang menginjak 6 bulan lebih, dan saat itu saya harus senang duduk di cafe pinggir sungai ditemani bau mariyuana yang bersliweran sesekali dengan ditemani segelas juice tomat yang rupanya rasanya bagai saus tomat itu, yuck!
Di sebuah kamar kaca saya menemukan tanda dikontrakan, rupanya kamar kaca yang dipakai wanita-wanita yang menjajakan diri itu dikontrak sistem perbulan bahkan mungkin bisa perminggu, dan persyaratannya hanya satu : memiliki EU pasport 😱 yup sejak 27 negara gabungan Eropa ini mensyahkan kerja sama dalam bidang ekonomi itu maka mereka memperbolehkan warga negaranya tinggal dan bekerja di negera-negara yang sudah disahkan itu, kabarnya banyak pelajar melakukan kerja sampingan ini untuk menambah pendapatan, hal seperti itu nampaknya sudah tidak tabu, di dalam pikiran saya merenung sendiri, dengan bebasnya jalan RLD ini tidak membuat image akan orang-orang di kota ini menjadi buruk sama sekali, orang-orang yang saya temui sejak saya tiba disana sampai hari terakhir saya bertolak dari sana, semuanya begitu menyenangkan ramah dan bersahaja, seolah dunia mereka berada jauh dari benua penuh dosa, dan anehnya terlepas dari itu semua, saya merasa kerasan di kota kecil yang konon dalam 3 hari dapat dengan mudah bisa terjelajahi ini, atau mungkin juga saya merasakan sedikit dari sisa-sisa kenangan dari Indonesia dahulu yang tak bisa hilang dari sana, entahlah..
Belanda ini jika saya perhatikan tidak punya makanan khas, ujung-ujungnya saya dan T.K berakhir di Irish pub atau menyantap mie goreng di warung Cina, makan Steak, Kebab atau morning pancakes. Selama disana tidak tertarik sedikitpun mengunjungi restoran Indonesia yang ada di beberapa area, selain mahal juga pasti rasanya tidak akan sama persis, jadi buat apa? Sementara ice cream yang menyegarkan kita beli di Zaansechancs, big day out ke sebuah desa miniatur belanda yang berjarak 50 menit dari pusat kota, desa yang cantik dengan kincir angin yang berumur sangat tua ini cukup mengobati kerinduan bagi wisatawan yang tertarik dengan workshop cara membuat sepatu kayu, berfoto di rumah tipe khas pedesaan dengan cafe yang menjual souvenirs, ice cream dan keju belanda yang terkenal, selain terhibur oleh binatang-binatang yang lucu-lucu seperti sapi-sapi dan kambing-kambing yang berada disana, kawasan ini cocok untuk piknik bersama anak-anak yang menyukai alam, jadi not bad lah jika sudah mulai bosan dengan perkotaan.
Satu yang wajib dicoba selagi mengunjungi A'dam ini adalah Boat tour, karena adam dikenal juga sebagai Venetian of the west alias kota yang penuh dengan canal, maka pengalaman ini jangan dilewatkan, selain mengagumi bangunan-bangunan dari atas perahu, jalur kapal ini membawa kita ke area yang tidak dilalui transport tentunya. Yup begitulah, benar juga kata orang, 3 hari saja disini sebenarnya sudah cukup melihat main highlight dari kota ini.
Last day karena cuaca buruk, saya dan T.K memilih bersantai saja dan menghabisakan waktu bersama dengan menonton Hangover 2 yang di Paris judulnya dirubah menjadi Very bad trip 2 hehe, rupanya bioskop di kota kecil ini kabarnya hanya ada 5 itupun kecil-kecil malah ada yang kelihatanya seperti pementasan gedung theater kecil, bioskop yang terbesar adalah ukuran XXI skala sedang untuk kota Bandung, selepas dari itu menengok salah satu mall yang terus terang bisa dibilang biasa saja, namun karena hari itu sedang ada promosi coklat gratis kita berdua malah bulak -balik pintu masuk 😁