Paris hitam putih itu sudah sirna sejak lama, sekarang athmosfer nya sudah berubah sangat drastis menjadi penuh warna oleh fashion dan zaman. Jika saya perhatikan wanita-wanita Paris kelihatan lebih modis dan nampak lebih menarik dibandingkan dengan para wanita di beberapa kota di Eropa yang pernah saya kunjungi, entah karena aura nya atau mungkin karena mereka memang lebih trendy dan cantik-cantik karena hasil keturunan pernikahan campuran dengan banyaknya imigran dari negara lain yang datang ke kota ini.
Kota cinta yang sudah berubah itu menyisakan athmosfer baru yang kurang nyaman di hati saya, selain metro yang kotor mungkin hari-hari saya selama disana hampir setengah harinya dihabiskan dengan turun naik metro ini, meski begitu bohong jika saya bilang saya membenci Paris, begitu banyak yang disukai dari kota ini, terlepas dari view-view ternama di seluruh dunia, Bistro-bistro unik dengan harga mahal yang menyajikan makanan-makanan enak, keju dan roti-roti andalannya mulai dari croissant sampai baguette, toko-toko bukunya, Ice cream-ice cream nya, gang-gang kecilnya, seni yang beraneka ragam, gedung-gedungnya, bahkan orang-orangnya sendiri sangat menarik. Sampai ketika hari berikutnya mood saya berubah banyak saat saya menengok Montmarte.
Tidak ada yang spesial saat menuju Montmarte, pagi itu saya bersama T.K malah lupa menukarkan uang pada hari sebelumnya, karena itu di area yang sangat turisti ini nilai uang Pounds dengan sangat mengecewakan turun dengan drastis terhadap Euro plus potongan nya, karena itu satu-satunya budget kita dan kita tidak mencoba mencari opsi money changer lain, maka dengan dongkol kita menerima penukaran itu, salah nya kita tidak mengecek lebih teliti dengan lebih detail, nasi sudah menjadi bubur, maka daripada memikirikan terus peristiwa hari itu kita mulai menyibukan diri dengan pemandangan di depan mata.
Hari yang cerah, Montmarte terlihat sibuk mengungkung orang-orang disekelilingnya, tanpa buang waktu kita menaiki elevator sampai menuju Sacré-Coeur Basilica, kata orang di area inilah potret dari Parisein berkumpul, banyaknya orang yang ber hangout duduk di tangga, mulai dari yang menikmati view kota paris dari ketinggian, sampai yang menonton pertunjukan oleh anak seniman jalanan yang mengundang perhatian, mereka terlihat bersuka cita dengan senyum diwajahnya, saling berpelukan bahkan ada yang berciuman dengan mesra, saya dan T.K sendiri setelah puas melihat-lihat ke dalam gereja, dan menonton pertunjukan sambil berkeliling, lalu kita berdua memutuskan duduk-duduk di atas rumput untuk melepas lelah. Roti baguette dengan keju yang kita beli di sebuah toko lokal di area Gentilly menjadi santapan kita siang itu, sambil duduk melihat Paris dari atas bukit kita terus mengobrol sampai piknik kita habis dan melanjutkan sight seeing kita di area ini.
Sambil menikmati Montmarte kita berhenti di salah satu pub dan memesan minuman sambil memperhatikan rombongan turis yang berlalu-lalang kian kemari, meski tempat ini begitu penuh namun tidak mengurangi aura Parisien nya sama sekali. Sehabis minum sambil bersenda gurau dan menikmati ice cream, kita berdua iseng menapak tilas film Amelie yang mengambil lokasi syuting di area ini, sambil sesekali mengagumi cantiknya kawasan ini.
Benar kata orang bahwa belum Paris kalo belum ke Montmarte, dengan banyaknya bistro, jalanan kecil dan para pelukis jalanan serta pengamen dengan akordeon saya merasa kerasan dan terasa sedang benar-benar ada di Paris dibandingkan berjalan di area kota nya sendiri, setidaknya ini adalah athmosfer yang mendekati ekspekatsi saya akan Paris, muluknya saya berharap menemukan sisi lain dari Paris yang klasik bukan ke glamoran kota metropolis dan shopping serta soal fashion nya melulu, saya ingin melihat Paris masih seperti dalam film midnight in Paris ( film yang menceritakan kisah seorang pemuda yang kembali ke masa lalu setiap tengah malam di kota Paris dan bertemu para artist pada masa itu ), mungkin euforia itu muncul karena pernah ada aura besar para artist yang dulunya pernah tinggal disini seperti Salvador Dalí, Amedeo Modigliani, Claude Monet, Piet Mondrian, Pablo Picasso and Vincent van Gogh dan mungkin energinya masih bersemayam disana, tak hilang oleh waktu, entahlah... setidaknya saya merasakan jatuh cinta lagi di sini.