Setelah menempuh perjalanan hampir 20 jam karena bis antar negara plus jeda waktu istirahat membuat penantian saya dari Ho chi min ke Siam reap ini menyita waktu yang membuat sangat letih. Begitu sampai di terminal Siam reap yang sepi itu saya jadi agak khawatir, tidak seperti semua terminal yang pernah saya kunjungi ternyata terminal ini jam 9 malam sudah sepi, hanya tinggal segelintir saja kendaraan disana itupun nampaknya kendaraan yang sudah tidak menarik penumpang, sementara beberapa ratus meter menuju ke terminal ini pun saya tidak melihat banyaknya tanda-tanda kehidupan, setelah bertanya pada supir Bus ternyata saya harus mencari sisa tuk-tuk yang masih mangkal disana untuk menuju area utama di kawasan old market. ketika kendaraan akan menepi saya melihat kertas karton yang dibentangkan dengan beberapa nama didalamnya, rupanya nama-nama yang ditulis di kertas karton tadi salah satunya adalalah nama 5 orang turis asal perancis yang duduk di sebelah saya selama perjalanan.
‘yeah that us, ujar mereka senang’
‘did someone will pick you up as well?’ ujar salah satu dari mereka?
‘No’ ujar saya lesu
‘why dont you join us? We can look for the room together!’
‘i’d love to but i already book my own room’
‘too bad’
Saat itu bis menepi dan sedikit berputar arah, begitu mengantri turun tiba-tiba saya melihat seseorang yang datang mendekati bus setengah berlari membentangkan karton dengan tulisan nama saya, antara senang karena dapat jemputan, saya jadi ragu, darimana mereka tahu nama saya. Melihat semua tuk-tuk yang ada disana sudah terisi penuh maka saya pun dengan ragu mendekati tukang tuk-tuk yang tersisa itu. Pertanyaan saya terjawab sudah tanpa saya bertanya, pastinya travel agent itu lah yang memberikan informasi penumpang pada beberapa tukang tuk-tuk ini.
‘Are u miss angelick, i will take you to your hotel’ ujar tukang tuk-tuk itu sambil menyilakan saya naik
Karena lelah yang menyerang dan tidak melihat alternatif kendaraan lain tanpa berpikir apa-apa, saya ikut saja dia, dan beberapa tuk-tuk pun satu persatu meninggalkan terminal yang sudah benar-benar kosong itu, tak lupa turis-turis perancis itu melambaikan tanda perpisahan pada saya. Sementara di perjalanan yang lumayan jauh itu tiba-tiba rasa takut mulai menyerang. ‘wah jangan-jangan saya mau diculik’
Namun nampaknya dia berhasil merubah pendapat saya, saat memulai percakapan dari cara bicaranya dia nampaknya memang mengambil keuntungan dari meminta info penumpang dan menawarkan jasa pada turis-turis asing, karena itu juga dia bisa lumayan berbahasa inggris, namun nampaknya tidak ada niatan untuk menculik para turis hehe. Percakapan berlanjut, dia menawarkan hotel yang katanya murah tapi oke, sudah pasti hotel itu yang menawarkan komisi padanya. Ketika tahu saya sudah reservasi kamar di hotel lain dia terlihat kecewa, namun karena saya menyetujui bahwa saya minta diantar besok pagi melihat Angkor wat maka senyum di wajahnya mengembang kembali. Tiba di hostel yang dimaksud saya langsung check in dan langsung geleng-geleng kelapa ketika tahu hanya saya satu-satunya perempuan dalam kamar dengan 3 ranjang bertingkat itu. Dan saya mendapatkan ranjang atas, sial!
Setelah mandi dan makan malam malam dia area terdekat, saya memutuskan kembali ke kamar dan langsung tidur saja, namun saat itu saya gelisah, tempat baru, suasana baru, dengan orang-orang yang baru lagi, namun sebenarnya yang paling adalah janji saya untuk barangkat jam 4.30 pagi dengan supir tuk-tuk, yang saya pikir akan sangat tidak mungkin karena capek yang menyerang, sambil mencoba memejamkan mata, setengah tertidur dan pikiran yang menerawang tak tentu arah akhirnya pada satu waktu saya membuka mata dan melirik jam yang sudah menunjukan jam 4, entah dapat semangat darimana, tiba-tiba spontan saya memutuskan untuk bangun saja dan menemui supir tuk-tuk yang sudah menunggu di luar. Dan berangkatlah kita menuju kerajaan Angkor.
Zaman sudah berubah, era teknologi dan digital sekarang membuat orang nampaknya lebih puas melihat segala sesuatu dari balik lensa. Baik itu melihat konser musik sampai melihat pergantian sunrise dan sunset orang lebih senang mengabadikan momen wow itu dengan melihat dari lensa kamera dibanding dengan mata telanjang langsung. Seperti semua orang tahu, hasil foto, video tidak akan pernah sama sensasinya dengan kita melihat langsung saat itu juga, dan tentu saja selalu ada kepuasaan tersendiri.
Pernah seorang teman membuat lelucon tentang apa pentingnya orang traveling kesana-sini jika pada akhirnya misal berpetualang ke hutan Amazon yang jauh bisa kita nikmati di rumah sambil duduk depan tv berukuran besar, duduk di sofa empuk bertemankan sebotol soft drink dan kudapan, stereo system dengan efek suara yang mendukung dan kacamata 3d serta kipas angin akan membuat kita merasa seperti di hutan belantara yang liar. Clever thought, tapi bukan itu kan intinya traveling? Saya bicara tentang ini karena berdasar pengalaman saya saat sunrise di Angkor wat, ketika pertama datang kesana saat masih gelap gulita, waktu itu saya tidak bisa melihat berapa banyak orang yang datang ke situs bersejarah ini, bahkan saya sempat mengikuti pemandu jalan rombongan lain yang membawa senter, namun begitu matahari mulai menampakan dirinya dengan malu-malu mulai menerangi hari, saat melihat kebelakang betapa terbelalak nya saya melihat ribuan orang yang datang ke tempat ini mulai dari pagi-pagi buta untuk mengabadikan momen sunrise ini. Akhirnya matahari semakin tinggi dan mulai menerangi candi yang gelap itu dengan perlahan, saya langsung menutup mata karena silau dengan kilauan cahaya dari ribuan orang yang membidikan kamera nya ke arah datang nya sinar yang mulai menerangi candi Angkor wat.
Saya beri tips, bagi yang akan berkunjung ke Angkor wat dan melakukan tour sunrise menurut saya pribadi memang oke, tapi menikmati sunrise disana tidak se spektakuler sunset, mungkin karena atmosfer dan warnanya lebih menarik dan hangat dibandingkan dengan sunris terlebih lagi jika malamnya kurang tidur dan pagi-pagi buta jam 5 subuh, sudah harus tiba dilokasi hehe.
Kembali ke cerita. Saya baru tahu kalo supir tuk-tuk saya itu posesif, ketika selesai mengantar seharian melihat-lihat Angkor wat, ketika dia menanyakan tujuan besok yang belum saya rencanakan dan belum saya susun, dia memborbardir saya terus-menerus akan rencana yang saya belum pikirkan karena sangat kelelahan, dan sebal nya ketika saya menjawab belum tahu, dia malah balik bertanya kenapa tidak tahu? I mean, saya sudah memberi dia tambahan rezeki dengan memilih dia mengantar seharian, plus bonus tambahan yang tadi malam saya beri karena mengantar ke hostel malam-malam, perlu diingat pergi sendirian artinya otomatis juga saya bayar tuk-tuk full price, tidak seperti rombongan beberapa orang dalam satu tuk-tuk yang bisa saling patungan. Namun saya tetap berusaha sopan dan tidak jadi kasar, sumpah saya sangat kesal saat itu , ‘hak saya dong mau jalan kesana kesini pakai tuk-tuk yang saya mau’, namun saya masih bisa menahan diri dengan berkata sopan
‘Nampaknya tidak kemana-mana’ dan air mukanya berubah kecewa.
Keesokannya saat saya memutuskan rencana spontan kembali ke Angkor wat pada siang hari dengan meminta bantuan tuk-tuk langganan hotel. Di lokasi, saya dipergoki tukang tuk-tuk kemarin yang mengantar saya, awalnya saya tidak mengenalinya karena wajah orang sana nampak mirip-mirip apalagi hampir seharian dia membelakangi saya karena menyetir di depan, jadi wajahnya ingat-ingat lupa. Namun akhirnya saya ngeh juga kalo itu si mas tuk-tuk yang kemarin. Setelah mengucapkan halo dengan nada santai namun agak pedas dia bilang
‘you said you will stay at hotel yesterday and wont come back here again’. See, ini orang cari untung sampai seposesif begitu sama pelanggan.
‘yes i suddenly changed my mind this morning’ ujar saya sambil ngeloyor pergi sambil melambai menjauh, sementara dia memandang saya dengan tatapan setengah sedih namun setengah kesal.
Jika saya perhatikan diantara semua candi di komplek angkor ini yang menjadi favorit saya adalah candi Bayon, Bangunan candi ini sungguh unik karena memiliki ukiran seribu wajah tersenyum. Sebagian menyatakan wajah itu merupakan representasi dari wajah raja Suryavarman II, sang pendiri. Namun ada juga berpendapat katanya wajah-wajah yang beraneka ragam itu adalah wajah sang Budha, semantara jika saya perhatikan wajah-wajah yang terukir pada menara-menara tersebut menghadap ke arah keempat penjuru mata angin.
Tempat wisata memang paling terkenal dengan para pencari uang, contoh lainnya adalah trik hadiah, jika sewaktu ada seorang gadis kecil bertanya padamu darimana kamu berasal jika tidak mau membeli apapun tipsnya jangan menoleh atau menjawabnya, meski terkesan rude tapi itu satu-satunya jalan untuk menghindari tipe penjual seperti ini, kenapa?
karena dia akan bertanya seperti ini padamu :
hello, miss where do you come from?
indonesia
ooh, i love indonesia its such a beautiful country, i have friends who work there
really?
yes, and my friend say indonesian people are handsome and beautiful, just like you miss
oh thank you
by the way do you want to buy my bracelet?
no thank you
please miss... its good quality but the price is very cheap
no sorry
wait miss,.... i will give you one for free